Showing posts with label Daftar. Show all posts

(Special) 20 FILM TERBAIK 2016 VERSI CINETARIZ


Ternyata, banyak juga film berkesan yang berkeliaran sepanjang tahun 2016. Berulang kali dibuat merepet tak berkesudahan oleh sejumlah judul film sempat membuatku berpikir 2016 bukanlah tahun yang bagus bagi perfilman dunia. Pemikiran tersebut seketika terhempas, lalu sirna, tatkala mulai menyusul daftar 20 film terbaik 2016 versi Cinetariz. Menduga akan tuntas dalam sekejap, realitanya justru berkata lain. Tak mengira sama sekali memilih 20 judul saja dari 200-an film di tahun yang (awalnya) dianggap semenjana bakal menimbulkan sakit kepala. Banyak pilihan! 

Didapat 37 film pada seleksi tahap pertama. Harus mengeliminasi 17 judul menghadirkan pergolakan batin karena jujur saja, kesemuanya adalah film-film yang dengan senang hati akan saya rekomendasikan kepada para pembaca. Tapi mau bagaimana lagi, peraturan tak tertulis untuk daftar tahunan di Cinetariz hanya mengizinkan 20 film saja yang lolos. Maka setelah menimbang-nimbang beberapa kali dengan kebanyakan dilandasi faktor “seberapa tinggi kemungkinan film-film ini akan ditonton ulang ke depannya dan tetap lezat disantap meski dalam medium berbeda”, berikut adalah 20 film yang meninggalkan impresi paling mendalam sepanjang tahun 2016: 

#20 Hunt for the Wilderpeople


Perpaduan antara road movie dengan coming of age yang menautkan seorang bocah bersama ayah angkatnya ini berlangsung cukup gila. Memang tak seliar What We Do in the Shadows yang berasal dari sutradara sama, tapi efektif membelalakkan mata beberapa kali. Sudah bisa diterka akan jenaka dan menyentuh hati berkaca pada materi kisahnya, namun yang tak diantisipasi sebelumnya, diam-diam Hunt for the Wilderpeople punya momen-momen seru penggenjot adrenalin juga. 

#19 The Wailing 


Bagaimana seandainya seorang misterius tiba-tiba datang ke desamu dan sejurus kemudian wabah sulit terjelaskan melanda seantero desa? Pertanyaan andai-andai tersebut jelas mengerikan saat betul terjadi, bahkan ketika sebatas kisah fiksi dalam The Wailing pun telah sanggup memberi efek ngeri. Pemicunya adalah permainan atmosfer mengusik kenyamanan, jalinan pengisahan sarat misteri yang memicu bahan diskusi usai menyimaknya, serta... faktor kedekatan. Ya gimana, aktivitas berbau klenik mudah dijumpai di sekitar kita sih. 

#18 Kapoor & Sons


Sebetulnya Kapoor & Sons terhitung klise ditilik dari premisnya: reuni keluarga berujung kekacauan hebat. Akan tetapi, seperti rata-rata film mengenai keluarga disfungsional, Kapoor & Sons mempunyai daya pikat hebat yang menyulitkanmu untuk melepaskan tatapan dari layar beberapa menit setelah film memulai pengisahannya. Tanpa tersadar kamu telah ikut tergelak-gelak, merasakan kehangatan, sampai akhirnya hancur lebur dibuatnya pada 30 menit terakhir yang sangat menguras emosi. 

#17 Kubo and the Two Strings 


Dari segi konten, salah satu pesaing tangguh Disney di sektor animasi tahun lalu adalah Laika dengan produknya, Kubo and the Two Strings. Dihadirkan dalam format animasi stop motion, film tak ada henti-hentinya mendorong munculnya reaksi terperangah lantaran visualisasinya terhampar sungguh imajinatif. Berkelas premium. Lebih dari itu, film menghadirkan jalan penceritaan lucu-lucu menggelitik, mengharu biru, sekaligus membius yang akan membuatmu tidak keberatan untuk didongengi sekali lagi selepas menontonnya. 

#16 Captain America: Civil War 


Ditetapkan untuk mengalun sepanjang dua setengah jam lebih, Civil War tidak pernah berbenturan dengan kata “melelahkan” apalagi “membosankan”. Plotnya padat berisi, gelaran adegan laganya layak diacungi dua jempol, dan selera humornya yang cenderung ugalan-ugalan begitu menyegarkan suasana. Civil War telah menghadirkan spektakel gegap gempita yang sekaligus menempatkannya sebagai produk terunggul Marvel Studio sejauh ini. 

#15 Don’t Breathe


Don’t Breathe mempunyai setumpuk adegan yang memungkinkanmu berkeringat dingin, mengeluarkan sumpah serapah dan kesulitan menghela nafas lega lantaran intensitas tidak main-mainnya. Tanpa perlu diberi peringatan untuk “jangan bernafas”, kita pun sudah terlebih dahulu menahan nafas karena ya bagaimana mau bisa bernafas lha wong Don’t Breathe sedemikian mencekamnya. 

#14 Spotlight


Sekalipun kamu telah mengenal cukup baik pemberitaan yang menghebohkan Boston dan berbagai penjuru dunia ini yang menjadi dasar utama film, kenikmatan dalam menyantap Spotlight sama sekali tidak berkurang. Selama kurun durasi dua jam, film akan terus menerus mencengkram erat perhatianmu lewat pemaparan yang begitu padat, rapi, sekaligus dihantarkan dalam wujud investigasi yang seru, penuh penemuan mencengangkan, dan menghantam emosi. 

#13 Train to Busan 


Kita bisa berteriak-teriak “ayo lekas lari, lekas!” saat gerombolan zombie bersiap memangsa mereka, ikut diliputi amarah membara tatkala salah seorang penumpang egois berikut penumpang-penumpang hasutannya mengisolasi mereka, sampai merasakan ketidakrelaan teramat sangat ketika satu persatu mulai terinfeksi. Kemampuan melibatkan emosi inilah yang membuat atensi penonton terpancang sepanjang durasi Train to Busan

#12 A Monster Calls


Mengira tidak lebih dari sekadar kisah fantasi biasa mengenai petualangan seorang bocah bersama sesosok monster pohon, nyatanya ini drama ‘keji’ tentang pendewasaan dan berdamai dengan duka mendalam akibat kehilangan yang dimetaforakan ke dalam dongeng bervisualisasi menakjubkan. Bukan bagaimana Juan Antonio Bayona mempresentasikan keajaiban visual yang membuat A Monster Calls sulit terlupakan, melainkan ceritanya yang amat personal utamanya jika kamu pernah berada di situasi si tokoh utama: mencoba merelakan kepergian ibu yang dijemput malaikat maut. 

#11 Neerja


Didasarkan pada kisah nyata pembajakan pesawat yang menghadiahi seorang pramugari, Neerja Bhanot, gelar pahlawan kemanusiaan, Neerja dihantarkan dalam nada penceritaan yang memungkinkan penontonnya untuk mencengkram erat-erat kursi bioskop hampir sepanjang durasi. Mencekam. Dengan ruang gerak serba terbatas, sungguh mengagumkan intensitas film bisa dijaga stabil tanpa pernah sekalipun mengendur. Mengingat film ini soroti pula hubungan antar manusia, menontonnya seraya membawa tissue pun suatu keharusan. 

#10 Moana


Moana menunjukkan bahwa tontonan mengikat tidak melulu harus bersumber dari gagasan serba bombastis, malah seringkali kesederhanaan dengan eksekusi dan pengemasan yang tepat lebih mampu menghadirkan kejutan-kejutan menyenangkan. Pengalaman menonton Moana terasa mengasyikkan karena film ini dihidupkan oleh serentetan momen yang menimbulkan gelak tawa maupun perasaan bersemangat penonton, subteks perihal women empowerment, visualisasi menakjubkan, sumbangsih mengagumkan para pengisi suara, serta barisan nomor-nomor musikal mudah didendangkan yang susah dilupakan. 

#9 Ada Apa Dengan Cinta? 2


Penantian selama ratusan purnama untuk sekuel Ada Apa Dengan Cinta? terbayar memuaskan. Daya pikat hubungan percintaan Cinta dengan Rangga atau persahabatan Genk Cinta masih kuat terasa sekalipun kita telah terpisahkan dari mereka sepanjang belasan tahun. Jika ada dua kata paling pas untuk mendeskripsikan Ada Apa Dengan Cinta? 2, maka itu adalah “juarak!” dan “ngangenin” karena setelah menontonnya ada rasa rindu besar untuk ingin kembali menontonnya lagi, dan lagi. Total jenderal, saya menyaksikan film ini sebanyak enam kali sepanjang tahun 2016. 

#8 Our Times


Seorang cewek SMA tak populer naksir cowok ternama di sekolahnya padahal ada cowok lain yang tulus mencintainya. Klise? Banget. Tak terhitung sudah berapa kali plot semacam ini didaur ulang, meski hanya segelintir pula yang berhasil. Our Times merupakan bagian dari yang sedikit itu. Pesonanya telah memancar sangat kuat sedari mula, mengajak penonton bernostalgia dengan masa-masa ‘nista’ semasa duduk di bangku sekolah. Gesekan molekul cinta antar pemain meyakinkan, humornya tepat sasaran, romansanya bikin senyum-senyum gregetan, dan penempatan lagu temanya sangat efektif. 7 dari 10 teman perempuanku yang menonton film ini sukses dibikin kesengsem oleh karakter bernama Tai Yu. 

#7 Arrival


Karya terbaru dari sineas Denis Villeneuve, Arrival, ini bukanlah film fiksi ilmiah mengenai penyelamatan umat manusia dari serangan alien yang didalamnya bermuatan adegan-adegan eksplosif. Bukan. Alurnya cenderung berpilin yang meminta fokus penuh dari penontonnya. Saat kita sanggup memenuhi permintaan tersebut, mencuat kekaguman atas penyampaian cerdas pada kisah mengenai pentingnya membangun komunikasi, kemanusiaan, serta menentukan pilihan hidup yang terbentuk dari hasil interaksi mendalam bersama makhluk asing. Berkat sang sutradara dan performa subtil Amy Adams, pekerjaan sebagai ahli bahasa tampak sangat keren. 

#6 A Man Called Ove


Film asal Swedia ini sejatinya lucu, menengok pertentangan seorang tua pemarah bernama Ove dengan orang-orang di sekitarnya. Kita dibikin geli, gemas dan geleng-geleng kepala sendiri menyaksikan Ove yang sangat saklek. Lalu datang tetangga baru, menyusuplah cerita masa lalu si tokoh utama, yang menghadirkan kehangatan di hati pula rasa haru. Penonton disadarkan, cara jitu melumerkan kerasnya hati adalah membangun komunikasi, keterbukaan, dan ketulusan. A Man Called Ove bentuk bukti lain yang menguatkan pernyataan kritikus kenamaan Roger Ebert bahwa kebaikan seringkali lebih ampuh mengundang air mata ketimbang kesedihan. 

#5 Sing Street


Sekali ini mencoba memotret jiwa-jiwa usia belasan yang semangatnya meletup-letup, Sing Street adalah persembahan menawan lainnya dari seorang John Carney usai dua film melodius, Once dan Begin Again. Cecapan emosinya masih serupa, jenaka dan manis, dengan penambahan enerjik khusus untuk Sing Street. Deretan tembangnya yang bernafaskan nuansa 80-an mengikuti latar waktu film terdengar renyah di telinga dan sulit dihempaskan begitu saja dari benak sampai berhari-hari lamanya. Jika Arrival membuat linguist tampak cool, maka Sing Street memberi kesan amat baik pada anak band sehingga mungkin saja kamu tiba-tiba mengontak teman lama lalu mengajak mereka membentuk band usai menonton ini. 

#4 Eye in the Sky 


Menyaksikan perdebatan dalam Eye in the Sky yang hasil akhirnya terus menerus mengalami tarik ulur sepanjang durasi membawa kita melalui beberapa macam fase; tertawa lepas, teriak-teriak gemas, menitikkan air mata, sampai bertepuk tangan penuh kelegaan. Tanpa harus mengobral keberisikan medan peperangan, malah tak jarang senyap, film tetap mampu memunculkan teror sekaligus genjotan hebat pada adrenalin. Kapan coba kamu pernah merasakan gregetan setengah mati dengan keringat mengucur deras menyaksikan seseorang berjualan roti? Sensasi yang rasa-rasanya baru akan kamu peroleh untuk pertama kalinya di Eye in the Sky

#3 Room 



Mengambil pendekatan berbeda dalam menerjemahkan pesan kekuatan cinta seorang ibu kepada anaknya, Room memberi kehangatan di titik awal saat hubungan antara Ma dengan putranya, Jack, masih ‘normal’, lalu menghadirkan ketegangan begitu sebuah fakta terbeberkan, dan diakhiri emosi meletup-letup yang perlahan tapi pasti melembut ketika masing-masing mencoba beradaptasi ke ‘dunia baru’ mereka. Room membawa kita pada permainan emosi penuh hentakan yang tidak memungkinkan matamu tetap kering selama menontonnya. Adegan pertemuan kembali Ma dengan Jack ditengah-tengah keriuhan polisi masih menghantui sampai sekarang. 

#2 Your Name


Bagaimana jadinya saat film komedi tentang body swap ]dicampurkan dengan romansa, disaster movie, dan fiksi ilmiah? Memang terdengar amat penuh, namun Your Name berhasil meleburkannya mulus sehingga menjadi tontonan yang tersusun atas beragam emosi didalamnya dimana masing-masing mencuat untuk saling menguatkan alih-alih melemahkan. Kamu akan dibuat tertawa olehnya, lalu merasakan kecemasan, kemudian mendapatkan sensasi tegang, dan pada akhirnya dibikin menangis entah disebabkan haru atau keindahan filmnya. Meminjam istilah anak muda zaman sekarang, Your Name akan membuatmu baper. Inilah sebuah mahakarya dari seorang Makoto Shinkai dan saya berani memastikan bahwa pernyataan tersebut tidaklah hiperbolis. 

#1 La La Land


Dihantarkan secara gegap gempita pula manis-manis nyelekit, La La Land akan memukaumu melalui bagaimana Damien Chazelle mengkreasi setiap momen dalam film yang memiliki cita rasa indah pula intim, lalu memberikan kebahagiaan, dan melayangkan tusukan begitu penonton disadarkan bahwa realita tidaklah seindah mimpi. Ya, La La Land mempunyai jiwa di setiap hentak kaki, setiap alunan melodi, dan setiap untaian lirik yang menciptakan tawa, kekaguman, serta air mata. Sungguh sebuah film yang magis!

* La La Land memperoleh 14 nominasi di Oscars yang menempatkannya berdampingan dengan All About Eve dan Titanic sebagai film paling banyak meraih nominasi Oscars sepanjang sejarah. 

(Special) 16 FILM INDONESIA TERBAIK 2016 VERSI CINETARIZ


Tahun 2016 menorehkan catatan manis bagi perfilman Indonesia. Betapa tidak, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seluruh penghuni daftar “sepuluh film Indonesia paling banyak ditonton pada tahun 2016” berhasil membukukan angka lebih dari satu juta penonton. Ditambah lagi, 2016 menjadi saksi sejarah atas terciptanya rekor baru untuk film Indonesia dengan raihan penonton tertinggi sepanjang masa usai Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1 menorehkan jumlah kepermirsaan sebanyak 6,8 juta mengungguli pencapaian Laskar Pelangi yang mengumpulkan 4,6 juta penonton pada delapan tahun silam. Sungguh mengesankan, bukan? 

Tidak semata-mata mengalami lonjakan dari sisi kuantitas, film-film Indonesia juga meningkat secara kualitas di tahun 2016. Tampak terlihat pada ragam tema dan genre yang mulai bercorak, beragamnya pilihan dewan juri untuk kategori Film Terbaik di perhelatan-perhelatan film (Ya, Festival Film Indonesia, Festival Film Bandung, Apresiasi Film Indonesia, serta Piala Maya mempunyai pilihan berbeda satu sama lain), sampai paling personal, cukup alotnya saya dalam menentukan 10 film Indonesia paling meninggalkan kesan sepanjang tahun 2016 sampai-sampai merasa perlu untuk mengekspansi kuota film dari semula 10 menjadi 16. Phew

Mengingat ini adalah daftar pribadi, subjektifitas beserta preferensi tentu sangat menentukan komposisi film pengisi daftar maupun posisi dari film itu sendiri. Maka sangat mungkin adanya kesepakatan maupun ketidaksepakatan. Keduanya sama-sama lumrah, dan saya pun meyakini betul pilihan ini jelas tidak akan menyenangkan semua pihak. Dimanapun posisimu nantinya, ada dua hal yang ingin tekankan. Pertama, daftar ini hanya memuat film Indonesia yang telah resmi tayang di bioskop pada tahun 2016. Kedua, daftar ini saya buat sebagai bentuk perayaan pada perfilman Indonesia dalam satu tahun terakhir sekaligus memudahkan para pembaga blog untuk mencari tahu film-film Indonesia rilisan tahun 2016 apa saja yang paling saya rekomendasikan. 

Sebelum menapaki posisi 16 besar, saya beberkan terlebih dahulu empat film yang nyaris (!) menempati posisi prestisius tersebut: 

- Catatan Dodol Calon Dokter 


- Rudy Habibie 


- Shy Shy Cat 


- Wonderful Life 



Dan, inilah 16 film Indonesia terbaik 2016 versi Cinetariz: 

#16 Ada Cinta di SMA 


Dilingkungi sikap suudzon bahwa ini hanyalah film remaja menjemukan nan menjengkelkan lainnya, Ada Cinta di SMA nyatanya justru membawa kejutan besar bagi mereka yang telah meremehkannya. Manis, menggemaskan, dan menghibur, ini adalah film yang akan membuat para penontonnya tersenyam-senyum bahagia sepanjang menontonnya. 

#15 Headshot 


Menandai kembalinya The Mo Brothers ke film layar lebar, Headshot menawarkan gelaran laga berintensitas tinggi sekaligus bikin ngilu. Tentu saja bikin ngilu karena durasi film bukan cuma didominasi pertarungan tangan kosong seru tetapi juga dar der dor yang sesekali menyemburatkan isi kepala dan bacok-bacokan yang akan membuat para penggemar mereka bersorak sorai. 

#14 Juara 


Charles Gozali hidangkan sajian hiburan dalam format paket komplit di Juara. Koreografi laganya tertata apik, lontaran humornya memicu gelak tawa tulus, dan sentuhan dramanya mengaduk-aduk perasaan. Bisma Karisma menunjukkan bahwa dia mempunyai potensi menjadi pelakon bagus disini. 

#13 Talak 3 


Peran pendukung dengan karakterisasi sederhana bukan penghalang bagi Reza Rahadian untuk menyuguhkan performa menyengat. Di Talak 3 yang jenaka dan menyentuh, dia berhasil tampilkan salah satu momen paling emosional di perfilman Indonesia tahun lalu bersama Vino G. Bastian dan Laudya Cynthia Bella.  
 
#12 Koala Kumal 


Sekalipun tema besarnya masih seputaran kegagalan memupuk hubungan asmara seperti kebanyakan film Raditya Dika yang lain, Koala Kumal membicarakan soal patah hati, lalu merelakan dan kemudian memaafkan secara berbeda. Dalam artian, lebih dewasa, manis, serta hangat. Inilah salah satu film terbaik dari Raditya Dika. 

#11 My Stupid Boss 


My Stupid Boss mempunyai lebih banyak stok lawakan yang mengenai target ketimbang meleset. Saat target dikenai, kelucuannya bisa sangat-sangat lucu. Dengan penghantaran guyonan sering tepat sesuai waktu, misi untuk meledakkan bioskop menggunakan tawa berkepanjangan dapat dicapai.

#10 Jilbab Traveler: Love Sparks in Korea 


Tak sekadar memanjakan mata lewat hamparan visual cantik, Jilbab Traveler Love Sparks in Korea juga memanjakan hati melalui tuturan kisah menghanyutkan. Film ini adalah kesempatan emas buat kita untuk melihat Bunga Citra Lestari, Morgan Oey dan Giring Ganesha dalam akting terbaik mereka, sejauh ini. 

#9 Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1 



Dengan kelakar berdaya ledak hebat, penceritaan mengikat dan performa keren pemainnya, Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1 hadirkan kesenangan maksimal. Angkat topi buat Abimana Aryasatya, Vino G. Bastian, dan Tora Sudiro yang tampil sangat meyakinkan sebagai Dono, Kasino, serta Indro. Pecah! 

#8 Aach... Aku Jatuh Cinta 


Aach... Aku Jatuh Cinta adalah sebuah kekacauan yang indah. Seperti bukan padanan pas, tetapi begitulah film ini. Penonton diboyong memasuki kisah percintaan penuh kekacauan Rumi-Yulia yang dihantarkan dengan sangat cantik melalui parade gambar penuh warna pula rasa ditunjang performa bagus dan lagu pengiring yang “berbicara.” 

#7 3 Srikandi 


Siapa menduga 3 Srikandi akan semenghibur ini? Menginspirasi dan menyentuh, jelas, tapi tak mengira kandungan humornya begitu tinggi. Lika-liku emosinya pun renyah buat disantap dan lakon pemainnya hebat, terutama Chelsea Islan yang berulang kali mencuri perhatian dengan logat Suroboannya. 

#6 A Copy of My Mind 


A Copy of My Mind adalah semacam bentuk penghormatan Joko Anwar terhadap Jakarta. Segenap unek-uneknya mengenai ibukota tanah air – entah itu rasa cinta, gemas, prihatin, sampai jengkel – dilontarkannya melalui kisah percintaan dua wong cilik yang terhidang begitu romantis, intim, sekaligus getir. 

#5 Aisyah Biarkan Kami Bersaudara 


Aisyah Biarkan Kami Bersaudara menghantarkan pokok bahasannya mengenai toleransi antar umat beragama secara halus dan mulus tanpa pernah menerabas batasan-batasan apalagi terlihat kelewat bernafsu untuk mengkhotbahi penonton. Hasil akhirnya, film pun terasa sangat indah, hangat, menyentuh sekaligus penting. What a lovely movie! 

#4 Cek Toko Sebelah 


Melalui Cek Toko Sebelah, Ernest Prakasa membuktikan dua hal. Pertama, film debutnya bukanlah hasil dari keberuntungan pemula semata, dan kedua, kematangannya sebagai seorang sineas. Dengan momen komedik dan dramatik berhasil melebur mulus, tak pelak Cek Toko Sebelah mampu mengundang banyak air mata penonton. Baik air mata bahagia karena humornya amat efektif maupun air mata haru karena kehangatan kisahnya. 

#3 Athirah


Athirah memang tidak dilantunkan bak melodrama yang sedikit-sedikit terdengar teriakan histeris, sedikit-sedikit bercucuran air mata, sekalipun kisah hidup sang subjek adalah materi bagus untuk membuat penonton terisak hebat. Riri Riza memilih menuturkannya secara elegan, dipenuhi ketenangan ketimbang letupan-letupan emosi. Pun tanpa ledakan tangis, Athirah tetap sanggup menusuk hati penontonnya sedemikian rupa. 

#2 Surat Dari Praha 


Dilepasnya Surat Dari Praha bisa dikata merupakan momen paling tepat untuk akhirnya berseru keras “yes, Angga Dwimas Sasongko did it again!” karena untuk kali keempat dalam karir penyutradaraannya, Angga sajikan suguhan berkelas tinggi dengan sekali ini memadupadankan secara serasi antara sejarah kelam tanah air bersama platonic love story. Surat Dari Praha pun menjadi sebuah perwujudan dari surat cinta yang dirajut dengan amat indahnya, mempunyai nuansa romantis pekat, sekaligus menyimpan kepiluan mendalam. 

#1 Ada Apa Dengan Cinta? 2


Penantian selama ratusan purnama untuk sekuel Ada Apa Dengan Cinta? terbayar memuaskan. Daya pikat hubungan percintaan Cinta dengan Rangga atau persahabatan Genk Cinta masih kuat terasa sekalipun kita telah terpisahkan dari mereka sepanjang belasan tahun. Jika ada dua kata paling pas untuk mendeskripsikan Ada Apa Dengan Cinta? 2, maka itu adalah “juarak!” dan “ngangenin” karena setelah menontonnya ada rasa rindu besar untuk ingin kembali menontonnya lagi, dan lagi. Total jenderal, saya menyaksikan film ini sebanyak enam kali sepanjang tahun 2016.